Sabtu, 28 Juli 2012


RINGKASAN
Arsitektur tradisional Jawa bentuk arsitekturnya terdiri dari lima tipe, yaitu tipe tajug, tipe joglo, tipe limasan, tipe kampung, dan tipe panggangpe. Adapun tipe jolgo adalah merupakan tipe yang dominan digunakan sebagai simbol arsitektur tradisional Jawa.
Ponorogo adalah kota yang terletak di Jawa Timur, yang berdekatan dengan perbatasan Jawa Tengah. Kehadiran tipe joglo dengan bentukan yang khas menarik untuk melakukan penelitian ini, bersamaan dengan kekawatiran diakuinya reog Ponorogo sebagai budaya Malaysia. Dengan adanya penelitian ini bertujuan untuk menetapkan bakuan ”joglo Ponoragan”, yaitu joglo khas Ponorogo.
Dengan didahului penelitian Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo (2000), dimana dalam penelitian ini dapat dimunculkan sebuah perbandingan proporsi di sektor guru yang mampu menunjukkan ciri khas joglo Ponorogo. Maka dengan mengambil 17 buah sampel yang menyebar di Ponorogo berusaha untuk membuktikan perbandingan proporsi tersebut.
Hasil studi dari ke tujuh belas sampel tidak dapat membuktikan perbandingan proporsi yang diajukan oleh penelitian Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo (2000), namun dapat diidentifikasikan proporsinya dengan menggunakan perbandingan elemen gelagar pembentuk sektor guru. Dengan temuan ini menunjukkan bahwa ke khasan bentuk joglo Ponaragan dapat diutarakan perbedaannya dengan joglo yang disusun dengan menggunakan Kawruh Kalang Sasra Wiryatman yang menjadi pedoman pada arsitektur tradisional Jawa.
Kata kunci: joglo, Ponorogo, Ponoragan, sektor guru, proporsi, kawruh kalang.

LATAR BELAKANG. 
  •  Bahwa bangunan arsitektur jawa sosok masanya terdapat 4 tipe, yaitu tipe tajug, joglo, limas an dan kampong.
  • Bahwa tipe joglo di daerah Ponorogo, bentuknya lebih runcing dibandingkan dengan tipe joglo di daerah jawa lainnya.
  •  Adanya naskah Kawruh Kalang R. Sasrawiryatma (1928), yang berisikan petunjuk mendirikan rumah tradisional Jawa.
  • Bahwa untuk menilai, menikmati sebuah bentuk arsitektur itu factor utamanya adalah proporsi, yang menunjukkan perbandingan antara sisi-sisi bentukkan arsitektur.
Dari ke empat hal tersebut maka disusunlah penelitian dalam rangka untuk memperoleh gelar paska sarjana (S2) di ITS Surabaya dengan judul: Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo (2000). Salah satu temuan dari penelitian yang perlu dilanjutkan/dibuktikan dalam penelitian lanjutan adalah perbanding proporsi di sector gajah adalah sebagai berikut:
 
  1. Bahwa sektor guru adalah sektor  terpenting pada Joglo Ponorogo. 
  2. C = √ X2 + Y2. 
  3. A = C + tinggi penampang + 5 cm. 
  4. A = panjang soko guru + purusnya  
  5. B = ½ Y











PENETAPAN SAMPEL DAN ANALISA
Untuk membuktikan temuan rumusan di atas, maka perlu kiranya mengambil beberapa sampel yang dapa mewakili joglo ponorogo. Untuk itu pengambilan sampel dilakukan di daerah Sumoroto/Kauman; Siman dan Jetis. Kemudian di ukur di lanjutkan dengan analisa-analisa.
beberapa sampel yang berada di kecamatan Kauman/ Sumoroto

beberapa sampel yang berada di kecamatan Siman

beberapa sampel di kecamatan Jetis

TEMUAN DAN HASIL
Bahwa proporsi yang disampaikan pada Kawruh Kalang Arsitektur Ponoroga (2000) tidak terbukti, namun keterkaitan pengukuran antar gelegar dapat di identifikasi sebagai berikut:
 
  1. Molo ”joglo ponoragan” panjangnya adalah ½ panjang blandar panyelak dan dapat dilebihi atau di kurangi sepanjang kurang dari ukuran keliling gelagar molo tersebut. 
  2. Ketinggian soko guru ”joglo ponoragan” adalah kurang dari diagonal dalam midhangan, kurangnya adalah tidak melebihi dari ukuran keliling gelagar soko guru. 
  3. Panjang dudur ”joglo ponoragan” adalah sama dengan panjang soko guru beserta purus-nya, ditambah atau dikurangi maksimal sepanjang ukuran keliling gelagar soko guru.




 
Adapun urut-urutan system pengukuran gelagar (batang) pada sector guru adalah sebagai berikut:



Perbandingan tinggi badan dan kepala pada sektor guru joglo ponoragan “relatif” sama, bisa lebih tinggi dan bisa lebih pendek yang perbedaannya tidak begitu banyak.
Joglo Ponoragan, sektor gurunya lebih meruncing dibandingkan dengan joglo R. Sasrawiryatma (joglo yang dibangun menggunakan pedoman Kawruh Kalang R. Sasrawiryatma).
Gelagar molo pada joglo Ponoragan tidak ada pentakikan, karena tidak ada ander maka kelagar molo-nya didukung oleh dudur. Sedangkan joglo R. Sasrawiryatma gelagar molo dilakukan pentakikan, sebagai tempat ander.
NB: 
Sumber dari Penelitian : JOGLO PONORAGAN oleh Gatot Adi Susilo (dibiayai DIPA no: 1770/23-04.0/XV/2009).